Bagaimana cara melakukan kegiatan wawancara dengan baik dan benar?
serta aspek apa saja yang perlu di perhatikan saat kita hendak melakukan
proses wanwancara? Dan Bagaimana cara membuat laporan hasil wawancara
itu? mari kita simak uraian berikut ini.
Kunci
wawancara yang baik “memungkinkan sumber berita mengatakan apa yang
sebenarnya dipikirkannya, bukan memikirkan apa yang hendak dikatakannya”
(Mike Fancher, wartawan Seattle Times dalam Kusumaningrat, 2005: 189).
Perlu Anda pahami, wawancara merupakan salah satu dari empat
teknik pengumpulan informasi, yakni observasi langsung dan tidak
langsung; pencarian melalui catatan publik dan partisipasi dalam
peristiwa.
Kegiatan wawancara sebenarnya menjadi efektif dan efisien apabila
Anda mengetahui teknik dan rencana wawancara dengan benar. Teknik
wawancara bermacam-macam. Jika Anda melakukan wawancara terhadap
seseorang, Anda dapat memakai teknik individual atau perorangan.
Kegiatan wawancara ini bisa sedikit berbeda tergantung pada orang,
tempat, waktu, dan hal yang dibicarakan.
Sebelum melakukan wawancara perhatikan hal berikut.
1. Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan pastikan kesediaannya untuk diwawancarai.
2. Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok
masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara. Persiapkan daftar
pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita, yaitu 5W +
1H. Pada saat kegiatan wawancara berlangsung usahakan tidak terlalu
bergantung pada pertanyaan yang telah disusun.
3. Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian.
4. Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.
Pada saat wawancara Anda perlu memperhatikan pegangan umum pelaksanaan wawancara berikut ini.
1. Jelaskan dulu identitas Anda sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara.
2. Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum.
Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan, misalnya lebih
baik tanyakan dulu soal kesenangan atau hobi tokoh. Jika dia sudah asyik
berbicara, baru hubungkan dengan persoalan yang menjadi topik Anda.
3. Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan wawancara.
4. Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak
menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan
jawaban dari narasumber.
5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.
6. Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif. Hormati
petunjuk narasumber seperti “off the record”, “no comment”, dan
lain-lain. Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan
narasumber.
7. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat.
8. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa mohon diri dan ucapkan terima kasih dan mohon maaf!
9. Selain itu, kita harus mengetahui betul apa tujuan wawancara.
Orang yang tak ingin
berbicara, orang yang berbicara tanpa ada isinya, dan orang yang
berbicara dengan kata-kata terselubung tidaklah mudah dibuat berbicara.
Menanyai orang untuk mendapatkan informasi yang jelas serta merinci
perlu pengetahuan dan juga, dan terutama, keahlian, kelihaian, bahkan
kecerdikan. Dalam praktek jurnalisme, wawancara adalah seni.
10 RAHASIA DAPUR
1] Menumbuhkan rasa percaya
Setiap wawancara adalah pertandingan. Pewawancara selalu menempatkan
diri dalam posisi inferior karena dialah pihak yang meminta. Agar
menjadi pertandingan persahabatan, lawan bicara harus didekati secara
halus. Dihubungi pertama kali secara tertulis lebih nyaman ketimbang
lewat telepon. Penting sekali meyakinkan narasumber betapa berharganya
testimoninya dan menjamin bahwa tentu saja, apa pun yang dikatakan
takkan dipublikasikan tanpa seizinnya.
2] Mempersiapkan diri sematang-matangnya
Cara menanyai pejabat, pegawai negeri, kepala perusahaan, atau
penulis tidaklah sama. Tetapi, siapa pun narasumbernya, wawancara akan
membuahkan hasil hanya jika dipersiapkan dengan cermat.
Untuk
keperluan tujuan wawancara yang pertama, Anda tentu menggali hal-hal
yang mengungkap latar belakang peristiwa dan akibat yang ditimbulkan.
Caranya dengan mewawancarai pihak kepolisian serta satpam di sekitarnya
dan beberapa saksi mata. Dalam hal ini tidak lupa juga meminta tanggapan
sumber berita yang memiliki keahlian untuk mengurai teknologi bahan
peledak yang digunakan.
Membaca kliping berita tentang
peristiwa serupa dapat memberikan inspirasi untuk menyusun pertanyaan.
Demikian pula dengan membaca ensiklopedia untuk mencari tahu arti
istilah TNT (trinitrotuluene), sebelum melakukan wawancara untuk minta
keterangan dari ahli bom dan pakar laboratorium forensik Polri yang
menganalisis peristiwa serupa selama ini.
Untuk keperluan
tujuan wawancara yang kedua, penggalian berita lebih ditujukan pada
hal-hal yang sifatnya memiliki unsur human interest guna menggugah
empati pembaca, seperti latar belakang korban, kisah anak yang
ditinggalkan ibu yang menjadi korban, dan sebagainya.
Kesalahan
yang paling umum dijumpai pada banyak wartawan, aplaagi
wartawanpemulaadalah kurangnya persiapan sebelum melakukan wawancara.
Akibatnya, ketika terjun kelapangan untuk menemui sumber berita,
wartawan tersebut sering kurang memiliki kedalaman dalam menyusun
pertanyaan atau mengajukan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu,
karena bentuk pertanyaannya terlalu standar, sehingga membuang waktu
yang berharga bagi kedua belah pihak.
Kurangnya persiapan
membuat Anda kurang menguasai persoalan dan kurang pula penghargaan yang
diperoleh dari sumber berita. Jika ini yang terjadi, maka Anda
menghadapi sebuah awal kerja yang tidak menguntungkan.
Mempersiapkan diri sebelum wawancara mutlak hukumnya, bahkan untuk pergi ke sebuah acara pun. Anda harus memperhitungkan:
1. Siapa saja yang hadir?
2. Adakah mereka bisa menjawab hal-hal yang ingin diketahui?
3. Jika tokoh “Si Polan” hadir, apa yang bisa ditanyakan kepadanya?
3] Memilih strategi yang tepat
Ada 3 jenis wawancara yang hasilnya tidak sama:
Wawancara terarah: mengajukan pertanyaan yang amat
merinci dan menolak ketika mulai melantur atau menjawab dengan samar.
Metode ini sangatlah agresif, berlaku untuk format singkat, tipe vox pop: 3 pertanyaan, 3 jawaban, masing-masing 5 baris.
Wawancara tidak terarah: mengajukan pertanyaan
introduksi yang sangat terbuka dan membiarkan narasumber bermonolog
sesuka hati. Gaya mengalah ini berguna untuk mengorek kepribadian lawan
bicara jika kita tidak mengetahui apa pun tentang dirinya. Tapi, jarang
menghasilkan informasi.
Wawancara semi-terarah: adalah yang paling sesuai
dengan praktek jurnalisme. Mengajukan secara silih-berganti pertanyaan
terbuka dan tertutup, pertanyaan umum dan terperinci. Gaya selang-seling
ini memancing tanggapan, memudahkan dialog, membangun rasa berbagi,
bahkan hubungan kerjasama.
4] Memilih tempat yang tepat
Jangan pernah mewawancarai orang di sembarang tempat.Tempat-tempat
umum, terutama bar atau restoran, harus dihindari. Suara sekitar
menganggu perbincangan dan kehadiran orang lain dapat mengganggu
narasumber. Pilih tempat yang sepi, tenang, sebaiknya kantor atau ruang
duduk. Tempat umum bisa cocok untuk berbincang secara informal dengan
“saksi kedua” atau informan tertentu yang identitasnya takkan ditebak
orang.
5] Memilih nada yang tepat
Wawancara merupakan pertandingan, tapi bukan pertandingan tinju. Sebaliknya, ini ajang face to face
yang bersifat ambigu dan di mana masing-masing berupaya memikat lawan
bicaranya. Sikap agresif dari pewawancara sama saja bertindak
kontra-produktif. Dengan bersikap sengit, anda takkan mendapatkan
pengakuan atau curahan perasaan apa pun. Yang diwawancarai bukanlah
musuh dari yang mewawancarai. Tujuannya bukan memprovokasi, bertarung,
atau membantai. Tujuannya menjalin hubungan yang dilandasi sikap saling
hormat selama diskusinya berlangsung. Nada yang tepat adalah nada
netral, toleran, atau baik hati.
6] Menguasai cara bertanya
Kita takkan menumbuhkan rasa percaya lawan bicara dengan pertanyaan
bias, bermakna ganda, atau di luar pokok bahasan. Cara yang baik
membawakan wawancara: menyusun pertanyaan yang jelas, terperinci, setiap
kata dipertimbangkan, dan dikemukakan dalam urutan logis seputar
persoalan utama. Dan yang isinya konsisten dan bernalar sehingga
narasumber tahu bahwa pewawancara menguasai tema atau materi pembahasan
dengan baik. Karena inilah “panduan wawancara” yang sudah dirumuskan
sebelumnya menjadi penting, yaitu agar bisa tetap memegang kendali
diskusinya kendati jawaban narasumber cenderung “melenceng”.
7] Mengajukan pertanyaan yang tepat
Pertanyaan yang baik adalah: yang jelas, terperinci, mudah dipahami,
netral, disusun sedemikian rupa sehingga tidak memuat jawabannya. Namun,
memuat makna yang cukup dalam agar jawaban nantinya membuat pewawancara
semakin maju mendekati apa yang ingin diperoleh dari narasumber. Bisa
berupa “sub-pertanyaan”. Untuk mengajukan “sub-pertanyaan” yang tepat
pada waktu yang tepat, maka materi harus dikuasai sepenuhnya oleh
pewawancara. Akan berhasil, seiring dengan pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan. Mulai dari berbagai pertanyaan yang paling sederhana dan
akhiri dengan berbagai sub-pertanyaan yang lebih kompleks.
8] Menolak sensor diri
Ada kalanya pertanyaan bagus menyebabkan seseorang menghindar atau
menolak untuk menjawab. Tapi pewawancara janganlah menyerah. Sebagai
“pencari kebenaran”, ia dituntut untuk bertanya kembali, dengan sopan
dan tenang, secara jelas, setidaknya satu kali. Apabila pengulangan
pertanyaan itu masih tidak membuahkan hasil yang lebih baik, penolakan
narasumber tersebut menjadi fakta gamblang… yang harus dilaporkan kepada
pembaca.
9] Mentranskrip tanpa mengubah
Dengan merekam wawancara, wartawan terlepas dari tuntutan mencatat
secara kontinyu, dan memberi jaminan pada narasumber bahwa perkatannya
takkan terdistorsi. Tapi alat rekam hanya digunakan seizinnya dan
wartawan harus bersedia mematikannya jika diminta. Demi sopan-santun
rekaman juga kita hentikan atas inisiatif sendiri, jika pembicaraan
terpecah, misalnya akibat panggilan telepon. Menggunakan alat rekam
bukan berarti terbebas dari membuat catatan, sepanjang diskusi,
khususnya mengenai hal-hal yang takkan ada dalam rekamannya: saat
tersenyum, meringis, ragu-ragu, gerak-gerik tanpa sadar… Persoalan
apakah perkataan tertentu harus dihapus pada saat transkripsi nantinya
perlu dibahas di akhir wawancara.
10] Menyimpulkan tanpa ambiguitas
Walaupun semua aturan main sudah ditentukan sebelumnya, untuk
menghindari salah paham, di akhir wawancara wartawan harus memastikan
kepada narasumber bagaimana penuturannya itu akan disajikan.
Dipublikasikan secara utuh dalam bentuk “tanya-jawab”, sebagian saja
dalam bentuk cuplikan bebas atau ditentukan atas kesepakatan bersama,
atau dengan syarat boleh dibaca sebelum terbit, dan lain sebagainya.
Wartawanlah yang memutuskan, asal mengatakannya terus-terang kepada
narasumber.
Penyajian Atau Pembuatan Laporan Hasil Wawancara
Hal-hal yang harus diperhatikan agar tulisan hasil wawancara menarik bagi para pembaca adalah:
1. Kata-kata yang diucapkan narasumber hendaknya ditulis apa
adanya. Hal ini akan membuat cerita tersebut hidup. Seolaholah
narasumber langsung bercerita pada setiap pembaca. Keterangan mengenai
keadaan sekitar narasumber membantu pembaca untuk melihat narasumber
ketika diwawancarai.
2. Kejadian-kejadian, keterangan-keterangan, dan pendapatpendapat
yang diberikan narasumber mempunyai bobot terhadap tulisan, namun
usahakanlah agar lebih jeli dalam penyampaiannya.
3. Wawancara menjadi efektif jika tujuan pewawancara jelas, yaitu
untuk memberi informasi, hiburan, bimbingan praktis, atau laporan.
4. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya.
Sejarah Singkat Wawancara
Teknik wawancara dikenal pada abad ke-19, ketika
pertama kalinya sebuah wawancara disajikan sebagai suatu karya
jurnalistik oleh James Gordon Bannet pada 1836. Namun semua koran di
London mencemoohkannya, karena dinilai cuma bualan yang merendahjkan
praktik jurnalistik. Di Amerika Serikat, pada 1700-an, awal tumbuhnya
persuratkabaran, wartawan negara itu belum menjadikan wawancara sebagai
faktor penting praktik jurnalistik. Presiden Lincoln yang terkenal itu
sering bercakap-cakap dengan wartawan, namun tidak pernah wartawan
tersebut mengutip percakapan mereka. Charles Nordhhoff, Redaktur
Pelaksana The Evening Post, New York menulis percakapannya dengan
Presiden Andrew Johnson, namun tulisannya itu tidak pernah dimuat oleh
pemimpin redaksinya.
Baru pada abad ke-20, praktik wawancara
diakui dan mencapai puncaknya. James Reston, Bob Woodward dan Carl
Bernstein menelurkan karya jurnalistik yang hebat berdasarkan wawancara
mereka. Era interview journalism berlanjut sampai sekarang bahkan
wawancara dianggap sebagai tulang punggung pekerjaan jurnalistik serta
kemampuan dan keterampilan yang mutlak dimiliki wartawan.
3. Jenis Wawancara
3. 1 Menurut Caranya
3. 1. 1 Cara Wawancara Tatap Muka
Wawancara ini dilakukan dengan cara berhadap-hadapan yang
memungkinkan penggalian informasi lebih dalam dan luas, karena
sebelumnya dilakukan perjanjian dengan sumber berita, topik dan fokusnya
sudah dirancang, bahkan kesempatannya pun lebih khusus, baik tempat
maupun waktu yang disediakan.
3. 1. 2 Cara Wawancara Melalui Telepon
Ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dan mengejar deadline.
Percakapannya sangat singkat dan umumnya sumber berita sering menolak
untuk menjelaskan setiap pertanyaan secara panjang lebar, kecuali sumber
berita sudah akrab dan biasa menjadi sumber berita si pewawancara. Dibandingkan
dengan wawancara tatap muka, wawancara telepon lebih terbatas,
pewawancara tidak bisa melihat langsung mimik lawan bicara, padahal
mimik dapat menyiratkan bahasa tbuh seseorang tentang kebenaran yang
diucapkannya.
3. 1. 3 Cara Wawancara Kelompok
Wawancara ini dilakukan lebih dari satu orang sumber berita
dalam satu kesempatan. Kesempatan seperti ini biasanya muncul ketika
terjadi peristiwa bencana alam atau kriminalitas, namun bisa juga untuk
keperluan menulis feature keluarga yang berhasil
3. 2 Menurut Tujuannya
3. 2. 1 Tujuan Berita Kutipan (Quote Story/ Talking News)
Berita kutipan adalah berita yang berisi pernyataan-pernyataan
yang diucapkan seseorang atau beberapa orang sumber berita yang bidang
keahlian, pengetahuan, atau keadaan pribadinya memberi makna pada
pernyataan-pernyataannya.
3. 2. 2 Tujuan Berita Wawancara
Berita yang didasarkan pada wawancara adalah berita yang
faktanya dikumpulkan melalui proses wawancara. Dalam hal ini wartawan
bertanya dan sumber berita menjawab. Perbedaan
wawancara untuk berita kutipan dengan berita wawancara terletak pada
tekanan beritanya. Berita kutipan fakta-faktanya didapat dari hasil
wawancara, tetapi tekanannya bukan pada faktanya, tapi pada penilaian
dan validitas sumber berita,yaitu keahliannya.
Proses Wawancara Profil Pribadi
Wawancara profil pribadi berada di tengah-tengah antara
wawancara berita, yang memerlukan keterangan ahli dan awwancara kelompok
yang membutuhkan pandangan dan sikap sejkumlah responden.
Umumnya
wawancara profil pribadi dilakukan dengan tokoh terkenal atau
selebritas. Detail yang sifatnya intim tentang sosok terkenal itu
disajikan kepada pembaca demi kepuasan pembaca yang selalu menyenangi
tokoh terkenal dan ingin mengetahui segala hal tentang tokoh terkenal
tersebut.
Tapi tekanan dalam ketiga wawancara tersebut tidak
sama. Wawancara berita maupun wawancara kelompok berusahja mencari tahu
pendapat narasumber tentang sesuatu masalah atau topik atau peristiwa.
Wawancara profil pribadi berusaha mencari tahu hal-hal seputar diri
narasumber sendiri, terutama hal-hal yang membuat dia bisa menjadi orang
terkenal dan bagaimana kisahnya sampai ia mencapai kedudukan sebagai
orang terkemuka.
Pembaca juga memiliki minat lain dalam
membaca hasil wawancara profil pribadi ini: dalam membaca berita atau
tulisan tentang sosok pribadi terkenal, pembaca biasanya menghubungkan
sifat-sifat dan kisah kehidupan tokoh terkenal atau selebriti tersebut
dengan harapan menemukan sesuatu di dalamnya yang akan membantu dia
mencapai sukses dalam hidupnya sendiri.
Dalam semua teknik
pengumpulan berita, tidak ada teknik yang paling tepat untuk
mengungkapkan siapa dan apa seseorang itu selain teknik wawancara profil
pribadi. Dalam berita hasil wawancara profil pribadi, seorang wartawan
membantu narasumber menunjukkan orang macam apa dia sebenarnya melalui
caranya berbicara, bersikap dan bertindak.
Dalam wawancara
profil pribadi, tokoh terkenal atau orang yang hanya menarik itu
dibiarkan mengatakan dengan kata-katanya sendiri apa yang disukai atau
tidak disukainya,m sikapnya tentang makanan atau tentang keadaan
masyarakat sekarang atau tentang jalannya pemerintahan, tentang
harapan-harapan dan antusiasmenya, tentang kekecewaannya dan sebagainya.
Apa yang dikatakan dan bagaimana sosok ini mengatakannya membuat
khalayak pembaca merasakan seakan-akan sosok ini berhadapan dengan
mereka.
Menghadapi Penolakan Sumber Berita
Hal mengecewakan yang bakal Anda alami sebagai wartawan adalah
penolakan oleh sumber berita yang hendak diwawancarai. Penolakan ini
mungkin karena sumber berita tidak ingin menjadi saksi suatu peristiwa
yang menyebabkan ia dipanggil ke kantor polisi atau ke pengadilan, atau
mungkin juga karena takut mendapat teguran dari atasannya jika ia
seorang pejabat atau karyawan, dan sebagainya.
Anda
harus ingat, kewajiban wartawan di jagad raya ini sama: menemukan fakta
yang harus diberitakan demi kepentingan umum! Dalam situasi seperti
tadi, Anda tidak boleh menyerah. Anda harus yakin, jika seseorang secara
sengaja menghindari wartawan dengan tidak menjawab telepon, menutup
telepon, atau main petak umpet dengan wartawan, sesungguhnya orang
tersebut akan rugi sendiri, karena sebagai wartawan, Anda juga
diwajibkan memasukkan dalam berita Anda bahwa sumber berita menolak
diwawancarai atau menolak berbicara. Selanjutnya, pembaca akan menarik
kesimpulan sendiri tentang sebab-sebab penolakan tersebut.
Oleh sebab itu, Anda harus memberi tahu juga kepada sumber berita
bahwa penolakannya itu juga akan Anda beritakan. Pemberitahuan demikian
biasanya akan mengurungkan niat sumber berita untuk tetap bungkam.
Sumber berita terkadang melakukan penolakan karena takut
pernyataannya ditangkap atau dikutip secara keliru seperti yang ia baca
dan saksikan di media massa. Untuk menghadapi hal ini, Anda harus
memperlihatkan sikap yang menesankan kepercayaan pihak sumber berita.
Cara melakukan pendekatan pun sangat menentukan dalam membuat sumber
berita berbicara.
Katakanlah kepada sumber berita
bahwa tujuan mewawancarai dia didasari itikad baik dan niat mencari
keterangan secara akurat dan berimbang. Jika Anda berhasil
meyakinkannya, maka sumber berita tersebut akan berterima kasih karena
akhirnya ia dapat berbicara kepada seseorang yang menaruh simpati
terhadapnya dan memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara menurut
versinya sendiri tanpa menjelaskan fakta yang sebenarnya.
Perilaku yang suka menggertak dan membual sering ditemui wartawan
di lapangan. Beruntung jika Anda memiliki sedikit informasi yang tidak
diharapkan oleh sumber berita tersebut. Dengan memasukkan informasi ini
secara cerdik ke dalam wawancara, Anda dapat membendung nafsu sumber
berita untuk menggertak dan membual. Namun sebaliknya, jika Anda tidak
memiliki penghetahuan untuk menggertak sumber berita, Anda akan membuka
front melawan pernyataan dengan pernyataan. Selamat bertugas!
Sumber :
1. http://www.24hdansuneredaction.com/id/presse/15-teknik-teknik-wawancara/
2. https://hamz1624.wordpress.com/tips-trik/etc/cara-wawancara-dengan-baik-benar-efektif/
3. http://belajaryox.blogspot.com/2013/02/teknik-mewawancarai-narasumber-dalam.html
4. http://www.jobloker.co.id/id/saran-kami/untuk-perusahaan
5. http://orangradio.blogspot.com/2013/06/tips-melakukan-wawancara-hebat.html