Selasa, 05 Mei 2015

WAWANCARA

Bagaimana cara melakukan kegiatan wawancara dengan baik dan benar? serta aspek apa saja yang perlu di perhatikan saat kita hendak melakukan proses wanwancara? Dan Bagaimana cara membuat laporan hasil wawancara itu? mari kita simak uraian berikut ini.

Kunci wawancara yang baik “memungkinkan sumber berita mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkannya, bukan memikirkan apa yang hendak dikatakannya” (Mike Fancher, wartawan Seattle Times dalam Kusumaningrat, 2005: 189).


Perlu Anda pahami, wawancara merupakan salah satu dari empat teknik pengumpulan informasi, yakni observasi langsung dan tidak langsung; pencarian melalui catatan publik dan partisipasi dalam peristiwa.

 
Kegiatan wawancara sebenarnya menjadi efektif dan efisien apabila Anda mengetahui teknik dan rencana wawancara dengan benar. Teknik wawancara bermacam-macam. Jika Anda melakukan wawancara terhadap seseorang, Anda dapat memakai teknik individual atau perorangan. Kegiatan wawancara ini bisa sedikit berbeda tergantung pada orang, tempat, waktu, dan hal yang dibicarakan.
Sebelum melakukan wawancara perhatikan hal berikut.
1. Menghubungi orang yang akan diwawancara, baik langsung maupun tidak langsung dan pastikan kesediaannya untuk diwawancarai.
2. Persiapkan daftar pertanyaan yang sesuai dengan pokok-pokok masalah yang akan ditanyakan dalam wawancara. Persiapkan daftar pertanyaan secara baik dengan memperhatikan 6 unsur berita, yaitu 5W + 1H. Pada saat kegiatan wawancara berlangsung usahakan tidak terlalu bergantung pada pertanyaan yang telah disusun.
3. Berikan kesan yang baik, misalnya datang tepat waktu sesuai perjanjian.
4. Perhatikan cara berpakaian, gaya bicara, dan sikap agar menimbulkan kesan yang simpatik.

Pada saat wawancara Anda perlu memperhatikan pegangan umum pelaksanaan wawancara berikut ini.
1. Jelaskan dulu identitas Anda sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara.
2. Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan, misalnya lebih baik tanyakan dulu soal kesenangan atau hobi tokoh. Jika dia sudah asyik berbicara, baru hubungkan dengan persoalan yang menjadi topik Anda.
3. Sebutkan nama narasumber secara lengkap dan bawalah buku catatan, alat tulis, atau tape recorder saat melakukan wawancara.
4. Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan jawaban dari narasumber.
5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.
6. Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif. Hormati petunjuk narasumber seperti “off the record”, “no comment”, dan lain-lain. Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan narasumber.
7. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat.
8. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa mohon diri dan ucapkan terima kasih dan mohon maaf!
9. Selain itu, kita harus mengetahui betul apa tujuan wawancara.


Orang yang tak ingin berbicara, orang yang berbicara tanpa ada isinya, dan orang yang berbicara dengan kata-kata terselubung tidaklah mudah dibuat berbicara. Menanyai orang untuk mendapatkan informasi yang jelas serta merinci perlu pengetahuan dan juga, dan terutama, keahlian, kelihaian, bahkan kecerdikan. Dalam praktek jurnalisme, wawancara adalah seni.

10 RAHASIA DAPUR

1] Menumbuhkan rasa percaya
Setiap wawancara adalah pertandingan. Pewawancara selalu menempatkan diri dalam posisi inferior karena dialah pihak yang meminta. Agar menjadi pertandingan persahabatan, lawan bicara harus didekati secara halus. Dihubungi pertama kali secara tertulis lebih nyaman ketimbang lewat telepon. Penting sekali meyakinkan narasumber betapa berharganya testimoninya dan menjamin bahwa tentu saja, apa pun yang dikatakan takkan dipublikasikan tanpa seizinnya.

2] Mempersiapkan diri sematang-matangnya
Cara menanyai pejabat, pegawai negeri, kepala perusahaan, atau penulis tidaklah sama. Tetapi, siapa pun narasumbernya, wawancara akan membuahkan hasil hanya jika dipersiapkan dengan cermat.

Untuk keperluan tujuan wawancara yang pertama, Anda tentu menggali hal-hal yang mengungkap latar belakang peristiwa dan akibat yang ditimbulkan. Caranya dengan mewawancarai pihak kepolisian serta satpam di sekitarnya dan beberapa saksi mata. Dalam hal ini tidak lupa juga meminta tanggapan sumber berita yang memiliki keahlian untuk mengurai teknologi bahan peledak yang digunakan.

Membaca kliping berita tentang peristiwa serupa dapat memberikan inspirasi untuk menyusun pertanyaan. Demikian pula dengan membaca ensiklopedia untuk mencari tahu arti istilah TNT (trinitrotuluene), sebelum melakukan wawancara untuk minta keterangan dari ahli bom dan pakar laboratorium forensik Polri yang menganalisis peristiwa serupa selama ini.

Untuk keperluan tujuan wawancara yang kedua, penggalian berita lebih ditujukan pada hal-hal yang sifatnya memiliki unsur human interest guna menggugah empati pembaca, seperti latar belakang korban, kisah anak yang ditinggalkan ibu yang menjadi korban, dan sebagainya.

Kesalahan yang paling umum dijumpai pada banyak wartawan, aplaagi wartawanpemulaadalah kurangnya persiapan sebelum melakukan wawancara. Akibatnya, ketika terjun kelapangan untuk menemui sumber berita, wartawan tersebut sering kurang memiliki kedalaman dalam menyusun pertanyaan atau mengajukan pertanyaan yang seharusnya tidak perlu, karena bentuk pertanyaannya terlalu standar, sehingga membuang waktu yang berharga bagi kedua belah pihak.

Kurangnya persiapan membuat Anda kurang menguasai persoalan dan kurang pula penghargaan yang diperoleh dari sumber berita. Jika ini yang terjadi, maka Anda menghadapi sebuah awal kerja yang tidak menguntungkan.

Mempersiapkan diri sebelum wawancara mutlak hukumnya, bahkan untuk pergi ke sebuah acara pun. Anda harus memperhitungkan:

1. Siapa saja yang hadir?
2. Adakah mereka bisa menjawab hal-hal yang ingin diketahui?
3. Jika tokoh “Si Polan” hadir, apa yang bisa ditanyakan kepadanya?
 


3] Memilih strategi yang tepat
Ada 3 jenis wawancara yang hasilnya tidak sama:
Wawancara terarah: mengajukan pertanyaan yang amat merinci dan menolak ketika mulai melantur atau menjawab dengan samar. Metode ini sangatlah agresif, berlaku untuk format singkat, tipe vox pop: 3 pertanyaan, 3 jawaban, masing-masing 5 baris.


Wawancara tidak terarah: mengajukan pertanyaan introduksi yang sangat terbuka dan membiarkan narasumber bermonolog sesuka hati. Gaya mengalah ini berguna untuk mengorek kepribadian lawan bicara jika kita tidak mengetahui apa pun tentang dirinya. Tapi, jarang menghasilkan informasi. 


Wawancara semi-terarah: adalah yang paling sesuai dengan praktek jurnalisme. Mengajukan secara silih-berganti pertanyaan terbuka dan tertutup, pertanyaan umum dan terperinci. Gaya selang-seling ini memancing tanggapan, memudahkan dialog, membangun rasa berbagi, bahkan hubungan kerjasama.


4] Memilih tempat yang tepat
Jangan pernah mewawancarai orang di sembarang tempat.Tempat-tempat umum, terutama bar atau restoran, harus dihindari. Suara sekitar menganggu perbincangan dan kehadiran orang lain dapat mengganggu narasumber. Pilih tempat yang sepi, tenang, sebaiknya kantor atau ruang duduk. Tempat umum bisa cocok untuk berbincang secara informal dengan “saksi kedua” atau informan tertentu yang identitasnya takkan ditebak orang.

5] Memilih nada yang tepat
Wawancara merupakan pertandingan, tapi bukan pertandingan tinju. Sebaliknya, ini ajang face to face yang bersifat ambigu dan di mana masing-masing berupaya memikat lawan bicaranya. Sikap agresif dari pewawancara sama saja bertindak kontra-produktif. Dengan bersikap sengit, anda takkan mendapatkan pengakuan atau curahan perasaan apa pun. Yang diwawancarai bukanlah musuh dari yang mewawancarai. Tujuannya bukan memprovokasi, bertarung, atau membantai. Tujuannya menjalin hubungan yang dilandasi sikap saling hormat selama diskusinya berlangsung. Nada yang tepat adalah nada netral, toleran, atau baik hati. 

6] Menguasai cara bertanya

Kita takkan menumbuhkan rasa percaya lawan bicara dengan pertanyaan bias, bermakna ganda, atau di luar pokok bahasan. Cara yang baik membawakan wawancara: menyusun pertanyaan yang jelas, terperinci, setiap kata dipertimbangkan, dan dikemukakan dalam urutan logis seputar persoalan utama. Dan yang isinya konsisten dan bernalar sehingga narasumber tahu bahwa pewawancara menguasai tema atau materi pembahasan dengan baik. Karena inilah “panduan wawancara” yang sudah dirumuskan sebelumnya menjadi penting, yaitu agar bisa tetap memegang kendali diskusinya kendati jawaban narasumber cenderung “melenceng”.


7] Mengajukan pertanyaan yang tepat
Pertanyaan yang baik adalah: yang jelas, terperinci, mudah dipahami, netral, disusun sedemikian rupa sehingga tidak memuat jawabannya. Namun, memuat makna yang cukup dalam agar jawaban nantinya membuat pewawancara semakin maju mendekati apa yang ingin diperoleh dari narasumber. Bisa berupa “sub-pertanyaan”. Untuk mengajukan “sub-pertanyaan” yang tepat pada waktu yang tepat, maka materi harus dikuasai sepenuhnya oleh pewawancara. Akan berhasil, seiring dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Mulai dari berbagai pertanyaan yang paling sederhana dan akhiri dengan berbagai sub-pertanyaan yang lebih kompleks.


8] Menolak sensor diri
Ada kalanya pertanyaan bagus menyebabkan seseorang menghindar atau menolak untuk menjawab. Tapi pewawancara janganlah menyerah. Sebagai “pencari kebenaran”, ia dituntut untuk bertanya kembali, dengan sopan dan tenang, secara jelas, setidaknya satu kali. Apabila pengulangan pertanyaan itu masih tidak membuahkan hasil yang lebih baik, penolakan narasumber tersebut menjadi fakta gamblang… yang harus dilaporkan kepada pembaca.


9] Mentranskrip tanpa mengubah
Dengan merekam wawancara, wartawan terlepas dari tuntutan mencatat secara kontinyu, dan memberi jaminan pada narasumber bahwa perkatannya takkan terdistorsi. Tapi alat rekam hanya digunakan seizinnya dan wartawan harus bersedia mematikannya jika diminta. Demi sopan-santun rekaman juga kita hentikan atas inisiatif sendiri, jika pembicaraan terpecah, misalnya akibat panggilan telepon. Menggunakan alat rekam bukan berarti terbebas dari membuat catatan, sepanjang diskusi, khususnya mengenai hal-hal yang takkan ada dalam rekamannya: saat tersenyum, meringis, ragu-ragu, gerak-gerik tanpa sadar… Persoalan apakah perkataan tertentu harus dihapus pada saat transkripsi nantinya perlu dibahas di akhir wawancara.

10] Menyimpulkan tanpa ambiguitas
Walaupun semua aturan main sudah ditentukan sebelumnya, untuk menghindari salah paham, di akhir wawancara wartawan harus memastikan kepada narasumber bagaimana penuturannya itu akan disajikan. Dipublikasikan secara utuh dalam bentuk “tanya-jawab”, sebagian saja dalam bentuk cuplikan bebas atau ditentukan atas kesepakatan bersama, atau dengan syarat boleh dibaca sebelum terbit, dan lain sebagainya. Wartawanlah yang memutuskan, asal mengatakannya terus-terang kepada narasumber.


Penyajian Atau Pembuatan Laporan Hasil Wawancara
Hal-hal yang harus diperhatikan agar tulisan hasil wawancara menarik bagi para pembaca adalah:
1. Kata-kata yang diucapkan narasumber hendaknya ditulis apa adanya. Hal ini akan membuat cerita tersebut hidup. Seolaholah narasumber langsung bercerita pada setiap pembaca. Keterangan mengenai keadaan sekitar narasumber membantu pembaca untuk melihat narasumber ketika diwawancarai.
2. Kejadian-kejadian, keterangan-keterangan, dan pendapatpendapat yang diberikan narasumber mempunyai bobot terhadap tulisan, namun usahakanlah agar lebih jeli dalam penyampaiannya.
3. Wawancara menjadi efektif jika tujuan pewawancara jelas, yaitu untuk memberi informasi, hiburan, bimbingan praktis, atau laporan.
4. Penyajian hasil wawancara sebenarnya tergantung pada pewancara, bisa berupa narasi, dialog, esai, deskripsi, dan sebagainya.
 


Sejarah Singkat Wawancara

Teknik wawancara dikenal pada abad ke-19, ketika pertama kalinya sebuah wawancara disajikan sebagai suatu karya jurnalistik oleh James Gordon Bannet pada 1836. Namun semua koran di London mencemoohkannya, karena dinilai cuma bualan yang merendahjkan praktik jurnalistik. Di Amerika Serikat, pada 1700-an, awal tumbuhnya persuratkabaran, wartawan negara itu belum menjadikan wawancara sebagai faktor penting praktik jurnalistik. Presiden Lincoln yang terkenal itu sering bercakap-cakap dengan wartawan, namun tidak pernah wartawan tersebut mengutip percakapan mereka. Charles Nordhhoff, Redaktur Pelaksana The Evening Post, New York menulis percakapannya dengan Presiden Andrew Johnson, namun tulisannya itu tidak pernah dimuat oleh pemimpin redaksinya.


Baru pada abad ke-20, praktik wawancara diakui dan mencapai puncaknya. James Reston, Bob Woodward dan Carl Bernstein menelurkan karya jurnalistik yang hebat berdasarkan wawancara mereka. Era interview journalism berlanjut sampai sekarang bahkan wawancara dianggap sebagai tulang punggung pekerjaan jurnalistik serta kemampuan dan keterampilan yang mutlak dimiliki wartawan.



3. Jenis Wawancara

3. 1 Menurut Caranya

3. 1. 1 Cara Wawancara Tatap Muka
Wawancara ini dilakukan dengan cara berhadap-hadapan yang memungkinkan penggalian informasi lebih dalam dan luas, karena sebelumnya dilakukan perjanjian dengan sumber berita, topik dan fokusnya sudah dirancang, bahkan kesempatannya pun lebih khusus, baik tempat maupun waktu yang disediakan.

3. 1. 2 Cara Wawancara Melalui Telepon
Ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dan mengejar deadline. Percakapannya sangat singkat dan umumnya sumber berita sering menolak untuk menjelaskan setiap pertanyaan secara panjang lebar, kecuali sumber berita sudah akrab dan biasa menjadi sumber berita si pewawancara. Dibandingkan dengan wawancara tatap muka, wawancara telepon lebih terbatas, pewawancara tidak bisa melihat langsung mimik lawan bicara, padahal mimik dapat menyiratkan bahasa tbuh seseorang tentang kebenaran yang diucapkannya.


3. 1. 3 Cara Wawancara Kelompok
Wawancara ini dilakukan lebih dari satu orang sumber berita dalam satu kesempatan. Kesempatan seperti ini biasanya muncul ketika terjadi peristiwa bencana alam atau kriminalitas, namun bisa juga untuk keperluan menulis feature keluarga yang berhasil



3. 2 Menurut Tujuannya

3. 2. 1 Tujuan Berita Kutipan (Quote Story/ Talking News)
Berita kutipan adalah berita yang berisi pernyataan-pernyataan yang diucapkan seseorang atau beberapa orang sumber berita yang bidang keahlian, pengetahuan, atau keadaan pribadinya memberi makna pada pernyataan-pernyataannya.


3. 2. 2 Tujuan Berita Wawancara
Berita yang didasarkan pada wawancara adalah berita yang faktanya dikumpulkan melalui proses wawancara. Dalam hal ini wartawan bertanya dan sumber berita menjawab. Perbedaan wawancara untuk berita kutipan dengan berita wawancara terletak pada tekanan beritanya. Berita kutipan fakta-faktanya didapat dari hasil wawancara, tetapi tekanannya bukan pada faktanya, tapi pada penilaian dan validitas sumber berita,yaitu keahliannya.


Proses Wawancara Profil Pribadi
Wawancara profil pribadi berada di tengah-tengah antara wawancara berita, yang memerlukan keterangan ahli dan awwancara kelompok yang membutuhkan pandangan dan sikap sejkumlah responden.
Umumnya wawancara profil pribadi dilakukan dengan tokoh terkenal atau selebritas. Detail yang sifatnya intim tentang sosok terkenal itu disajikan kepada pembaca demi kepuasan pembaca yang selalu menyenangi tokoh terkenal dan ingin mengetahui segala hal tentang tokoh terkenal tersebut.
Tapi tekanan dalam ketiga wawancara tersebut tidak sama. Wawancara berita maupun wawancara kelompok berusahja mencari tahu pendapat narasumber tentang sesuatu masalah atau topik atau peristiwa. Wawancara profil pribadi berusaha mencari tahu hal-hal seputar diri narasumber sendiri, terutama hal-hal yang membuat dia bisa menjadi orang terkenal dan bagaimana kisahnya sampai ia mencapai kedudukan sebagai orang terkemuka.
Pembaca juga memiliki minat lain dalam membaca hasil wawancara profil pribadi ini: dalam membaca berita atau tulisan tentang sosok pribadi terkenal, pembaca biasanya menghubungkan sifat-sifat dan kisah kehidupan tokoh terkenal atau selebriti tersebut dengan harapan menemukan sesuatu di dalamnya yang akan membantu dia mencapai sukses dalam hidupnya sendiri.
Dalam semua teknik pengumpulan berita, tidak ada teknik yang paling tepat untuk mengungkapkan siapa dan apa seseorang itu selain teknik wawancara profil pribadi. Dalam berita hasil wawancara profil pribadi, seorang wartawan membantu narasumber menunjukkan orang macam apa dia sebenarnya melalui caranya berbicara, bersikap dan bertindak.
Dalam wawancara profil pribadi, tokoh terkenal atau orang yang hanya menarik itu dibiarkan mengatakan dengan kata-katanya sendiri apa yang disukai atau tidak disukainya,m sikapnya tentang makanan atau tentang keadaan masyarakat sekarang atau tentang jalannya pemerintahan, tentang harapan-harapan dan antusiasmenya, tentang kekecewaannya dan sebagainya. Apa yang dikatakan dan bagaimana sosok ini mengatakannya membuat khalayak pembaca merasakan seakan-akan sosok ini berhadapan dengan mereka.

Menghadapi Penolakan Sumber Berita

Hal mengecewakan yang bakal Anda alami sebagai wartawan adalah penolakan oleh sumber berita yang hendak diwawancarai. Penolakan ini mungkin karena sumber berita tidak ingin menjadi saksi suatu peristiwa yang menyebabkan ia dipanggil ke kantor polisi atau ke pengadilan, atau mungkin juga karena takut mendapat teguran dari atasannya jika ia seorang pejabat atau karyawan, dan sebagainya.

Anda harus ingat, kewajiban wartawan di jagad raya ini sama: menemukan fakta yang harus diberitakan demi kepentingan umum! Dalam situasi seperti tadi, Anda tidak boleh menyerah. Anda harus yakin, jika seseorang secara sengaja menghindari wartawan dengan tidak menjawab telepon, menutup telepon, atau main petak umpet dengan wartawan, sesungguhnya orang tersebut akan rugi sendiri, karena sebagai wartawan, Anda juga diwajibkan memasukkan dalam berita Anda bahwa sumber berita menolak diwawancarai atau menolak berbicara. Selanjutnya, pembaca akan menarik kesimpulan sendiri tentang sebab-sebab penolakan tersebut.

Oleh sebab itu, Anda harus memberi tahu juga kepada sumber berita bahwa penolakannya itu juga akan Anda beritakan. Pemberitahuan demikian biasanya akan mengurungkan niat sumber berita untuk tetap bungkam.

Sumber berita terkadang melakukan penolakan karena takut pernyataannya ditangkap atau dikutip secara keliru seperti yang ia baca dan saksikan di media massa. Untuk menghadapi hal ini, Anda harus memperlihatkan sikap yang menesankan kepercayaan pihak sumber berita. Cara melakukan pendekatan pun sangat menentukan dalam membuat sumber berita berbicara.

Katakanlah kepada sumber berita bahwa tujuan mewawancarai dia didasari itikad baik dan niat mencari keterangan secara akurat dan berimbang. Jika Anda berhasil meyakinkannya, maka sumber berita tersebut akan berterima kasih karena akhirnya ia dapat berbicara kepada seseorang yang menaruh simpati terhadapnya dan memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara menurut versinya sendiri tanpa menjelaskan fakta yang sebenarnya.


Perilaku yang suka menggertak dan membual sering ditemui wartawan di lapangan. Beruntung jika Anda memiliki sedikit informasi yang tidak diharapkan oleh sumber berita tersebut. Dengan memasukkan informasi ini secara cerdik ke dalam wawancara, Anda dapat membendung nafsu sumber berita untuk menggertak dan membual. Namun sebaliknya, jika Anda tidak memiliki penghetahuan untuk menggertak sumber berita, Anda akan membuka front melawan pernyataan dengan pernyataan. Selamat bertugas!


Sumber :
1. http://www.24hdansuneredaction.com/id/presse/15-teknik-teknik-wawancara/ 
2. https://hamz1624.wordpress.com/tips-trik/etc/cara-wawancara-dengan-baik-benar-efektif/ 
3. http://belajaryox.blogspot.com/2013/02/teknik-mewawancarai-narasumber-dalam.html
4. http://www.jobloker.co.id/id/saran-kami/untuk-perusahaan
5. http://orangradio.blogspot.com/2013/06/tips-melakukan-wawancara-hebat.html